Wednesday, January 11, 2017

Ilmu perpustakaan Ontologi Dalam Komunikasi Perspektif Islam


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Paham insan pada zaman dahulu memiliki anggapan bahwa semua kejadian di alam ini dipengaruhi oleh dewa, oleh karenanya para tuhan harus dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Dengan filsafat, contoh pikir yang selalu tergantung pada tuhan diubah menjadi contoh pikir yang tergantung pada rasio. Perubahan dari contoh pikir mitosentris ke logosentris membawa implikasi ontologi yang besar. Perubahan yang mendasar ialah ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik di alam jagad raya (makromos) maupun di alam insan (mikromos).

Filsafat ilmu muncul atau ada karena insan ingin mengembalikan ruh dan tujuan luhur ilmu semoga ilmu tidak menjadi boomerang bagi kehidupan umat manusia. Disamping itu salah satu tujuan filsafat ilmu ialah untuk mempertegas bahwa ilmu dan teknologi ialah instrumen bukan tujuan. Sebagai suatu disiplin, filsafat ilmu berusaha untuk menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penelitian ilmiah yaitu prosedur-prosedur pengamatan, contoh argument, motode penyajian, penghitungan, peramalan metafisik dan mengevaluasi dasar-dasar validitasnya berdasarkan sudut pandang budi formal, metodologi praktis dan metafisika.

Secara ringkas ontologi membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu fakta. Ontologi juga merupakan salah satu dari obyek garapan filsafat ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori wacana hakikat realitas yang ada, baik berupa wujud fisik (Al-Thobi’ah) maupun metafisik (Ma Ba’da Al-Thobiah). Perkembangan teknologi komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat. Kemajuan teknologi telah mengantarkan umat insan semakin mudah untuk berafiliasi satu sama lain. banyak sekali informasi dan peristiwa yang terjadi dibelahan dunia secara cepat dapat diketahui oleh insan pada benua yang lain. Era globalisasi yang ditandai dengan semakin majunya teknologi komunikasi disebut juga dengan abad informasi.

Terdorong oleh nalurinya sebagai homo sapiens (makhluk berfikir), maka insan selalu cenderung untuk berfikir dan melaksanakan perenungan. Kecenderungan tersebut merupakan motivasi yang lahir dari keinginan-keinginan untuk menata kehidupan yang lebih baik secara dinamis dalam menyikapi statusnya sebagai makhluk yang mempunyai kecenderungan bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial, insan senantiasa ingin berafiliasi dengan insan lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini kemudian memaksa insan ingin berkomunikasi. Terkait dengan permasalahan komunikasi tersebut, pada dasarnya Al-Quran sudah menyuguhkan komunikasi yang efektif sebagai sebuah prinsip-prinsip dasar yang baik. Dimana didalamnya akan ditemukan contoh komunikasi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Komunikasi Islam ialah proses penyampaian pesan-pesan keislaman dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam. Dengan pengertian demikian, maka komunikasi Islam menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara (how), dalam hal ini wacana gaya bicara dan penggunaan bahasa (retorika). Pesan-pesan keIslaman yang disampaikan dalam komunikasi Islam meliputi seluruh aliran Islam, meliputi iktikad (iman), syariah (Islam), dan budbahasa (ihsan).Dakwah merupakan adegan dari acara hidup sehari-hari, menyerupai yang diungkapkan  oleh  Amrullah  Ahmad  bahwa  dakwah  itu  pada  hakekatnya merupakan aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan insan beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk menghipnotis cara merasa, berfikir, bersikap dan bertindak insan pada dataran kenyataan individual dan sosiokultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya agama Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.
Komunikasi merupakan kebutuhan hakiki bagi setiap manusia. 

Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, komunikasi merupakan adegan dari kehidupan insan itu sendiri. Karena pada dasarnya insan itu selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Manusia itu harus menjalin hubungan. Dengan adanya menjalin korelasi antara insan sudah dengan sendirinya komunikasi itu berbentuk. Sejak lahir pun insan sudah menunjukkan komunikasi dengan adanya gerak dan tangisnya ketika dilahirkan.

1.2 Perumusan Masalah
Dari pembahasan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan problem dengan pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa itu ontologi?
2. Apa itu komunikasi?
3. Dalil apa yang mendasari terjadinya komunikasi?
4. Apa yang mendorong kita melaksanakan komunikasi?
5. Apa perbedaan komunikasi umum dengan komunikasi Islam?
6. Bagaimana komunikasi Islam bila ditinjau dari ontologinya
7. Mengapa insan memerlukan komunikasi Islam?
8. Adakah etika yang mengatur insan dalam berkomunikasi?

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk:
1. Mengetahui apa itu ontologi
2. Menjelaskan apa itu komunikasi?
3. Menjelaskan wacana dalil yang mendasari terjadinya komunikasi
4. Menjelaskan apa faktor pendorong terjadinya komunikasi
5. Menjelaskan bagaimana komunikasi Islam bila ditinjau dari ontologinya
6. Mendeskripsikan perbedaan komunikasi umum dengan komunikasi Islam
7. Mengetahui dan menganalisis mengapa insan memerlukaan komunikasi Islam
8. Menjelaskan etika-etika berkomunikasi dalam Islam

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ontologi
Dimensi filsafat ilmu yang sering menjadi kajian secara umum yaitu meliputi tiga hal: dimensi ontologi, dimensi epistimologi, dan dimensi aksiologi. Ketiganya merupakan cakupan yang meliputi dari keseluruhan-keseluruhan pemikiran kefilsafatan. Pembahasan wacana ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut aristoteles merupakan the first philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Kata ontologi berasal dari yunani, yaitu on=being, dan logos=logic. Jadi, ontologi ialah the theory of being qua being (teori wacana eksistensi sebagai keberadaan). [Amsal Bakhtiar, 2007:132].

Ontologi juga membahas wacana yang ada melalui pemikiran universal, dan berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, menjelaskan yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya. Sedangkan Jujun S. Suriasamantri mengatakan bahwa ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai yang “ada”. [Jujun S. Suriasumantri, 1985:5]

2.2 Pengertian Komunikasi
Komunikasi ialah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara verbal atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara menyerupai ini disebut komunikasi nonverbal.

Komunikasi pada hakekatnya ialah kesamaan makna terhadap apa yang diperbincangkan. Dimana kesamaan bahasa yang digunakan dalam sebuah percakapan belum tentu menimbulkan kesamaan makna.. Dengan kata lain mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu. Artinya komunikasi efektif minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat, dan yang paling penting lagi ialah orang lain bersedia mendapatkan faham atau keyakinan, melaksanakan sesuatu perbuatan atau kegiatan lain dari hasil komunikasi tersebut.

Komunikasi Islam ialah proses penyampaian pesan-pesan keIslaman dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam. Dengan pengertian demikian, maka komunikasi Islam menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara (how), dalam hal ini wacana gaya bicara dan penggunaan bahasa (retorika). Pesan-pesan keIslaman yang disampaikan dalam komunikasi Islam meliputi seluruh aliran Islam, meliputi iktikad (iman), syari’ah (Islam), dan budbahasa (ihsan).
Prinsip Komunikasi Dalam Al-Quran:

2.3 Faktor Pendorong Terjadinya Komunikasi 
Terdorong oleh nalurinya sebagai homo sapiens (makhluk berfikir), maka insan selalu cenderung untuk berfikir dan melaksanakan perenungan. Kecenderungan tersebut merupakan motivasi yang lahir dari keinginan-keinginan untuk menata kehidupan yang lebih baik secara dinamis dalam menyikapi statusnya sebagai makhluk yang mempunyai kecenderungan bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial, insan senantiasa ingin berafiliasi dengan insan lainnya. Ia ingin mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini kemudian memaksa insan ingin berkomunikasi.
Adapun yang mendorong insan melaksanakan komunikasi salah satunya adalah:
•Menginformasikan; Islam menganjurkan pesan agama kepada orang lain.
•Mendidik, Islam mengutamakan pendidikan sebagaimana permulaan turunnya wahyu mengisyaratkan pendidikan.
•Menghibur, Islam sangat suka dengan seni.
•Mempengaruhi, Islam menganjurkan semoga insan dapat mengubah sikap menjadi lebih baik.

2.4 Perbedaan Komunikasi Umum Dengan Komunikasi Islam
Komunikasi ialah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara verbal atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal yang dapat dimengerti oleh keduanya, komunikasi masih dapat dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Cara menyerupai ini disebut komunikasi nonverbal.

Komunikasi Islam ialah proses penyampaian pesan-pesan keIslaman dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi dalam Islam. Dengan pengertian demikian, maka komunikasi Islam menekankan pada unsur pesan (message), yakni risalah atau nilai-nilai Islam, dan cara (how), dalam hal ini wacana gaya bicara dan penggunaan bahasa (retorika). Pesan-pesan keIslaman yang disampaikan dalam komunikasi Islam meliputi seluruh aliran Islam, meliputi iktikad (iman), syariah (Islam), dan budbahasa (ihsan).

2.5 Komunikasi Islam Ditinjau Dari Ontologi
Aspek ontologi komunikasi prespektif Islam yakni merupakan bagaimana mencari hakikat kajian komunikasi dalam ranah Islam secara lebih jelas. Komunikasi dalam prespektif Islam sendiri merupakan suatu hal yang fitrah dalam diri seseorang, dimana setiap insan diberikan keistimewaaan dapat berkomunikasi, baik verbal maupun non verbal. Sedangkan isi dari komunikasi tersebut, kembali kepada masing-masing individu. Namun dalam lingkup komunikasi presfektif Islam, dimana pesan yang disampaikan mengandung-nilai-nilai keIslaman yang berlandaskan Al-Quran dan al-hadis.

2.6 Mengapa Manusia Memerlukan Komunikasi Islam
Sebagai makhluk sosial insan senantiasa ingin berafiliasi dengan insan lainnya. Jika orang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain niscaya ia akan merasa terisolasi dari masyarakatnya. Pengaruh dari keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang pada jadinya membawa orang kehilangan keseimbangan jiwa. Oleh alasannya ialah itu menurut Dr. Everett Kleinjan dari East West Center Hawaii, komunikasi sudah merupakan adegan awet dari kehidupan insan menyerupai halnya bernafas. Sepanjang insan ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi.

Harold D. Lasswell salah seorang peletak dasar ilmu komunikasi lewat ilmu politik menyebut tiga fungsi dasar yang menjadi penyebab, mengapa insan perlu berkomunikasi:
1) Hasrat insan untuk mengontrol lingkungannya. Melalui komunikasi insan dapat menghadapi segala bahaya yang akan menimpa alam sekitarnya. Bahkan dengan komunikasi insan dapat mengembangkan pengetahuannya dengan cara berguru dari pengalaman ataupun informasi yang didapat dari lingkungannya.
2) Upaya untuk dapat mengikuti keadaan dengan lingkungannya. Proses kelanjutan suatu masyarakat itu ialah bagaimana selanjutnya mengikuti keadaan dengan lingkungannya adaptasi ini dilakukan semoga insan hidup dalam suasana yang harmonis.
3) Upaya untuk melaksanakan transformasi warisan sosialisasi. Suatu masyarakat yang ingin mempertahankan keberadaannya, maka mereka dituntut untuk melaksanakan pewarisan nilai-nilai yang ada. Misalnya bagaimana orang bau tanah mengajarkan tata hukuman alam yang baik kepada anaknya.

2.7 Etika Berkomunikasi
Ahmad Sufyan Che Abdullah dalam tulisannya “Beberapa Kaedah Komunikasi Islam: Menjamin Produktiviti Kerja” menyederhanakan prinsip-prinsip komunikasi Islam menjadi 5 (lima) saja, yaitu prinsip-prinsip ketepatan fakta, adaptasi dengan akseptor informasi, kekuatan bahasa dan kemahiran dalam memberikan informasi, bijaksana/hikmah, dan takwa.

1. Pertama: Ketepatan Fakta. Kaedah yang pertama dalam sistem komunikasi Islam ialah prinsip ketepatan fakta dalam penyampaian sesuatu informasi. Dalam Islam, fakta-fakta yang diterima hendaklah disaring dan diuji kebenarannya sebelum disampaikan kepada orang lain. Tugas mendapatkan dan terus mengembangkan fakta kepada orang lain tanpa memeriksa dahulu ketepatan informasi ialah terang menyalahi aliran Islam. Maksud firman Yang Mahakuasa di dalam Alquran berikut terang menunjukkan betapa pentingnya selektifitas dan pengujian keabsahan informasi yang diterima: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kau seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kau tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini dengan alasannya ialah kejahilan kau (mengenainya) sehingga menjadikan kau menyesali apa yang kau telah lakukan” (Qs. al-Hujurāt, ayat 6). Fakta-fakta hendaklah disahkan daripada sumber berautoriti sebelum disebarkan kepada orang lain. Dengan cara ini, organisasi boleh mengawal komunikasi ‘grapevine’ daripada mengembangkan spekulasi yang lebih banyak menunjukkan kesan buruk berbanding kesan yang baik. Dalam kes ini juga, maklumat-maklumat yang masih spekulatif atau semata-mata sangkaan wajar dielakkan daripada disebarkan. Firman Allah:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari maklumat berupa sangkaan (supaya kau tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana bahwasanya sebahagian dari sangkaan itu ialah dosa” (Qs. al-Hujurāt, ayat 12). Dengan ini, hanya maklumat-maklumat yang benar sahaja yang tersebar dan keadaan ini akan memantapkan lagi operasi sesebuah organisasi.

2. Kedua Memilih Informasi Yang Sesuai Dengan Penerimanya. Kaedah kedua dalam komunikasi ialah pemilihan terhadap informasi yang ada sebelum disebarkan kepada orang lain. Jika anda seorang komunikator, tidak semua informasi yang anda terima perlu disebarkan, tetapi ketepatan memilih informasi berasaskan fungsi yang boleh dilakukan oleh akseptor informasi. Informasi yang tepat, bila diberikan kepada akseptor yang tidak tepat akan menyebabkan kesalahan dalam pengamalannya. Jika dilihat dalam sejarah Rasulullah, bagaimana ia berkomunikasi dengan pelbagai jenis dan tingkatan manusia, adakalanya ia menjelaskan perkara yang sama dengan informasi/pesan yang berbeda-beda, sesuai dengan fungsi yang dapat diamalkan oleh akseptor tersebut. Dalam suatu keadaan Rasulullah menyatakan sebaik-baik amalan ialah beriman kepada Yang Mahakuasa (HR. Bukhāri) dan dalam situasi yang lain Rasulullah menyatakan sebaik-baik amalan ialah mengerjakan sembahyang dalam waktunya dan berbuat baik kepada ibu bapa (HR. Bukhāri). Menurut seorang penulis, Stephen P. Robbin, kesalahan dalam memilih kanal dan informasi/pesan akan menjadi penghalang terbangunnya komunikasi efektif dan akan sangat mengganggu perjalanan sebuah organisasi. Seseorang yang menjadi komunikator/penyampai informasi perlu memilih pesan yang sesuai, atau memilih akseptor yang sesuai untuk mendapatkan pesan dimaksud.

3. Ketiga Dalam Komunikasi Islam ialah Penggunaan Bahasa Yang Jelas dan Mudah Dipahami. Penggunaan bahasa yang terang dan mudah dipahami merupakan salah satu daripada kaedah komunikasi yang ditunjukkan oleh Alquran dan Sunah. Dalam dongeng dakwah Nabi Musa yang dijelaskan oleh Alquran, Nabi Musa pernah meminta kepada Allah, “Dan lepaskanlah simpulan dari lidahku, supaya mereka paham perkataanku; dan jadikanlah bagiku, seorang penyokong dari keluargaku. Yaitu Harun saudaraku” Qs. Tā ha: 27-30). Dari dongeng ini, menurut Dr. Iqbal Yunus, dapat dipahami bahawa komunikasi efektif memerlukan kemahiran berbicara untuk memberikan pesan dengan terang kepada penerima. Oleh karena itu, bila ingin menjadi komunikator yang baik, maka harus melatih diri supaya pintar menempatkan kata-kata dalam berbicara, sebagaimana Nabi Musa meminta Harun membantunya berdakwah kepada Fir’aun.

4. Keempat ialah Bijaksana Dalam Berkomunikasi. Islam juga meletakkan prinsip pesan tersirat dalam berkomunikasi. Firman Yang Mahakuasa di dalam Alquran: “Serulah ke jalan Tuhanmu (wahai Muhammad) dengan penuh pesan tersirat kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik, dan berdebatlah/berdiskusilah dengan mereka (yang engkau serukan itu) dengan cara yang lebih baik” (Qs. an-Nahl: 125). Dr. Yusuf al-Qaradhawi dalam salah satu kuliah bulan berkat ia menguraikan bahwa ayat ini memberi panduan dalam berkomunikasi dengan mereka yang sealiran dan yang tidak sealiran. Di mana-mana organisasi sering terjadi konflik. Maka Yang Mahakuasa menyeru semoga berbicara dengan penuh pesan tersirat dengan memberi pengajaran yang baik kepada mereka yang sealiran dengan kita, apabila bertukar pikiran dan berdebat dengan cara terbaik pula dengan mereka yang berkonflik dengan kita. Konflik tidak boleh dibiarkan berlalu tetapi perlu diselesaikan dengan cara komunikasi yang baik dan bijaksana.

5. Kelima ialah Takwa. Dalam organisasi, sistem komunikasi yang baik ialah dengan menggunakan banyak sekali saluran, baik kanal yang resmi maupun kanal yang tidak resmi. Problem biasanya akan lebih sering terjadi apabila kanal komunikasi tidak resmi tidak dikawal dengan nilai dan etika. Itulah sebabnya Islam meletakkan takwa sebagai salah satu kaedah atau prinsip yang sangat penting dalam berkomunikasi. Hal ini disebaban dalam organisasi ada pluralitas menyerupai perbedaan suku, budaya, contoh pendidikan, watak, dan sebagainya, tetapi dengan adanya takwa, maka setiap individu akan menjaga batas-batas komunikasi mereka secara lebih berkesan. Firman Allah: “Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kau dari laki-laki dan perempuan dan Kami telah menjadikan kau banyak sekali bangsa dan suku, supaya kau saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Yang Mahakuasa di antara kau ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Yang Mahakuasa Maha Mendengar lagi Maha Mengetahuai.” (Qs. al-Hujurāt, ayat 13). Takwa berarti senantiasa mengambil langkah berhati-hati dalam melalukan segala sesuatu dengan menjauhkan diri dari perbuatan atau perkataan yang menimbulkan dosa dan sifat tercela. Islam mencela sifat memburuk-burukkan bangsa dan suku lain (Qs. al-Hujurāt, ayat 11), juga mengumpat dan membuka malu orang lain di depan umum (Qs. al-Hujurāt, ayat 12).

Dalam banyak sekali literatur wacana komunikasi Islam kita dapat menemukan setidaknya enam jenis gaya bicara atau pembicaraan (qaulan) yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam, yakni:
1. Qaulan Sadida
Sadied menurut bahasa berarti yang benar, tepat. Al-Qosyani menafsirkan Qaulan Sadida dengan : kata yang lurus (qowiman); kata yang benar (Haqqan); kata yang betul, correct,tepat (Shawaban). Al- Qasyani berkata bahwa sadad dalam dalam pembicaraan berarti berkata dengan kejujuran dan dengan kebenaran dari situlah terletak unsur segala kebahagiaan, dan pangkal dari segala kesempurnaan; karena yang demikian itu berasal dari kemurnian hati. Dalam lisanul A’rab Ibnu Manzur berkata bahwa kata sadied yang dihubungkan dengan qaul (perkataan) mengandung arti sebagai sasaran.

2. Qaulan Baligha (Perkataan Yang Membekas Pada Jiwa)
Qaulan Baligha artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, pribadi ke pokok problem (straight to the point), dan tidak berbelit-belit atau bertele-tele. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah diubahsuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh mereka.

3. Qaulan Ma’rufa (Perkataan Yang Baik)
Jalaluddin rahmat menjelaskan bahwa qaulan ma’rufan ialah perkataan yang baik. Yang Mahakuasa menggunakan frase ini ketika berbicara wacana kewajiban orang-orang kaya atau besar lengan berkuasa terhadap orang-orang miskin atau lemah.qaulan ma’rufan berarti pembicaraan yang bermanfaat menunjukkan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, mengambarkan pemecahan terhadap kesulitan kepada orang lemah, bila kita tidak dapat membantu secara material,kita harus dapat membantu psikologi

4. Qaulan Karima (Perkataan Yang Mulia)
Dalam perspektif dakwah maka term pergaulan qaulan karima diperlakukan bila dakwah itu ditujukan kepada kelompok orang yang sudah masuk kategori usia lanjut. Seseorang da’i dalam perhubungan dengan lapisan mad’u yang sudah masuk kategori usia lanjut, haruslah bersikap menyerupai terhadap orang bau tanah sendiri,yankni hormat dan tidak garang kepadanya,karena insan meskipun telah mencapai usia lanjut,bisa saja berbuat salah atau melaksanakan hal-hal yang sasat menurutukuran agama. Dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa qaulan karimah ialah perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama.

5. Qaulan Layyinan (Perkataan Yang Lembut)
Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata garang dan bunyi (intonasi) yang bernada keras dan tinggi. Yang Mahakuasa melarang bersikap keras dan garang dalam berdakwah, karena kekerasan akan menjadikan dakwah tidak akan berhasil malah ummat akan menjauh. Dalam berdoa pun Yang Mahakuasa memerintahkan semoga kita memohon dengan lemah lembut, “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan bunyi yang lemahlembut, sungguh Yang Mahakuasa tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (Al A’raaf ayat 55).

6. Qaulan Maisura (Perkataan Yang Ringan)
”Dan bila kau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhannya yang kau harapkan, maka katakanlah kepada mereka Qaulan Maysura –ucapan yang mudah” (QS. Al-Isra: 28).

Istilah Qaulan Maisura tersebut dalam Al-Isra. Kalimat maisura berasal dari kata yasr, yang artinya mudah. Qaulan maisura ialah lawan dari kata ma’sura, perkataan yang sulit. Sebagai bahasa Komunikasi, qaulan maisura artinya perkataan yang mudah diterima, dan ringan, yang pantas, yang tidak berliku-liku. Dakwah dengan qaulan maisura yang artinya pesan yang disampaikan itu sederhana, mudah dimengerti dan dapat dipahami secara spontan tanpa harus berpikir dua kali. Pesan dakwah model ini tidak memerlukan dalil naqli maupun argument-argumen logika.


BAB III
KESIMPULAN 
3.1 kesimpulan
Setelah penulis memaparkan wacana komunikasi Islam, maka berikut ini beberapa kesimpulan yang dapat penulis kemukakan:
• Komunikasi ialah sebuah acara yang senantiasa kita lakukan baik di rumah, di kampus, di kantor, di mesjid dan lain-lain. Oleh karena itu dalam proses komunikasi harus memegang prinsip komunikasi yang efektif sehingga apa yang dimaksudnya dapat diterima oleh orang lain.
• Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupa manusia, oleh karena itu dalam pelaksanaannya membutuhkan sikap yang sopan, jujur, benar, lembut sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima oleh khalayak atau masyarakat.
• Komunikasi ialah sebuah kebutuhan insan yang sangat urgen sifatnya, alasannya ialah dalam perjalanan hidupnya insan tidak lepas dari interaksi dengan sesamanya. Proses korelasi ini membutuhkan cara-cara yang efektif demi terciptanya komunikasi yang berdayaguna dan berhasil.

Artikel Terkait

Ilmu perpustakaan Ontologi Dalam Komunikasi Perspektif Islam
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email